Masih ingat dengan raja Bukhtanashar yang kiprahnya sedikit diceritakan pada kisah Nabi Danial? Ini kutipan dari kisah sebelumnya bersumber dari Al Hafidz Ibnu Katsir dalam Qashashul Anbiya’. Saat itu, Raja Bukhtanashar menjatuhkan perintah agar dua ekor singa ditangkap dan dimasukkan ke dalam sebuah lubang besar. Kemudian Danial dimasukkan juga ke dalam lubang tersebut. Namun, kedua ekor singa tersebut sama sekali tidak mengganggunya.
Maka, pada artikel kali ini pun sedikit menyinggung kiprah raja Bukhtanashar yang melakukan penyerangan serta menlenyapkan Taurat. Tersebutlah nama "Uzair" yang juga disebut di dalam Al-Qur'an. Siapakah Uzair ini? Apakah benar anak Allah? Apakah seorang Nabi? Dan apa keterkaitan ceritanya dengan raja Bukhtanashar?
Oh ya, Bukhtanashar ini kalau di sejarah umum yang dipelajari SMA 1995/1996 zaman saya dikenal juga dengan nama Nebukadnezar II; seorang penguasa kerajaan Babilonia Baru.
Oleh karena itu yuk kita baca bersama artikel yang ditulis oleh Ustadz Abu Hisyam Sufyan di bawah ini. Di dalamnya terdapat banyak pelajaran yang bisa kita petik.
Hidup Kembalinya SANG PEMBARU BANI ISRAIL
Aneh tapi nyata! Orang ini dimatikan Allah subhanahu wa ta’ala selama 100 tahun lamanya. Kemudian, dengan hikmah-Nya, Allah subhanahu wa ta’ala pun kembali menghidupkannya. Benar, ia hidup kembali setelah kematiannya. Lebih dari itu, ketika ia kembali menemui kaumnya, ia pun melakukan suatu hal yang sangat besar dan sangat berharga untuk mereka. Bagaimana tidak?! Taurat, kitab suci mereka, yang di masa-masa penyerangan sang durjana Bukhtanashar telah dilenyapkan, dikembalikan dan diperbarui lagi olehnya.Ya, dialah Uzair. Si pembaru bagi Bani Israil.
Kalau kita cermati, sebenarnya nama Uzair telah tersebut di dalam Al Qur’an. Cobalah tengok surat At Taubah ayat 30.
وَقَالَتِ الْيَهُودُ عُزَيْرٌ ابْنُ اللّهِ وَقَالَتْ النَّصَارَى الْمَسِيحُ ابْنُ اللّهِ ذَلِكَ قَوْلُهُم بِأَفْوَاهِهِمْ يُضَاهِؤُونَ قَوْلَ الَّذِينَ كَفَرُواْ مِن قَبْلُ قَاتَلَهُمُ اللّهُ أَنَّى يُؤْفَكُونَ
Allah subhanahu wa ta’ala mengungkapkan yang artinya, “Orang-orang Yahudi mengatakan bahwa Uzair adalah anak Allah. Dan orang-orang Nashara mengatakan bahwa Al Masih adalah anak Allah. Inilah ucapan yang muncul dari mulut-mulut mereka yang menyerupai ucapan orang-orang kafir sebelumnya. Semoga Allah membunuh mereka. Bagaimana mungkin mereka tertipu?”
Di dalam ayat yang mulia ini, Allah subhanahu wa ta’ala menyebutkan nama Uzair. Ternyata, Uzair adalah seorang yang benar-benar diagungkan oleh kalangan Yahudi. Mereka menjulukinya sebagai anak Allah. Subhanallah. Suatu bentuk ghuluw yang jelas haram. Ya, ghuluw atau melampaui batas memang merupakan watak dan tabiat orang-orang Yahudi.
Lantas, mengapa Uzair sampai dijuluki sebagai anak Allah?! Kisah kita inilah yang akan menjelaskannya.
Kisah ini pun sebenarnya sudah Allah subhanahu wa ta’ala isyaratkan di dalam Al Qur’an. Hanya saja tanpa menyebut namanya. Ketika Allah sedang menegaskan keMahaKuasaan-Nya dalam menghidupkan dan membangkitkan manusia setelah kematiannya, maka Allah pun memberikan beberapa kisah nyata. Kisah tentang Allah membangkitkan orang yang telah mati. Ia subhanahu wa ta’ala menghidupkan kembali orang yang telah mati ketika masih di dunia. Di antara kisah yang Allah subhanahu wa ta’ala sebutkan ialah seperti dalam Al Baqarah.
أَوْ كَالَّذِي مَرَّ عَلَى قَرْيَةٍ وَهِيَ خَاوِيَةٌ عَلَى عُرُوشِهَا قَالَ أَنَّىَ يُحْيِـي هَـَذِهِ اللّهُ بَعْدَ مَوْتِهَا فَأَمَاتَهُ اللّهُ مِئَةَ عَامٍ ثُمَّ بَعَثَهُ قَالَ كَمْ لَبِثْتَ قَالَ لَبِثْتُ يَوْماً أَوْ بَعْضَ يَوْمٍ قَالَ بَل لَّبِثْتَ مِئَةَ عَامٍ فَانظُرْ إِلَى طَعَامِكَ وَشَرَابِكَ لَمْ يَتَسَنَّهْ وَانظُرْ إِلَى حِمَارِكَ وَلِنَجْعَلَكَ آيَةً لِّلنَّاسِ وَانظُرْ إِلَى العِظَامِ كَيْفَ نُنشِزُهَا ثُمَّ نَكْسُوهَا لَحْماً فَلَمَّا تَبَيَّنَ لَهُ قَالَ أَعْلَمُ أَنَّ اللّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
“Atau seperti kisah seseorang yang melewati sebuah qaryah (negeri) yang telah hancur berantakan. Dimana, ia mengatakan, apakah mungkin Allah menghidupkan kembali negeri ini setelah kematiannya? Maka Allah pun mematikannya selama 100 tahun, kemudian kembali membangkitkannya. ‘Berapa lama kamu tinggal di sini?’ ‘Aku tinggal di sini sehari atau bahkan setengah hari saja.’ ‘Bahkan kamu telah tinggal selama 100 tahun lamanya. Coba perhatikan makananmu yang tidak berubah. Dan lihatlah keledaimu. Kami akan menjadikanmu sebagai tanda kekuasaan Allah untuk manusia. Lihatlah, dan Kami liputi kembali ia dengan daging.’ Ketika hal itu demikian jelas baginya, ia pun mengungkapkan, ‘Aku yakin Allah Maha Mampu melakukan segala hal yang ia inginkan’.” (QS. Al Baqarah[2]: 259)
Dalam ayat di atas, Allah tidak menyebutkan namanya adalah Uzair. Hanya saja, banyak ahli tafsir yang menerangkan bahwa ia adalah Uzair. Ini adalah pendapat Ali bin Abi Thalib, Abdullah bin Abbas, Al Hasan, Qatadah, As Suddi, Sulaiman bin Buraidah, dan lainnya. Dan ini adalah pendapat yang paling masyhur di kalangan ahli tafsir.
Adapun qaryah yang secara harfiyah bermakna desa, menurut pendapat yang masyhur dari kalangan ahli tafsir ialah Baitul Maqdis yang runtuh setelah penyerangan Bukhtanashar dan bala tentaranya. (lihat Tafsir Ibnu Katsir dalam menafsirkan ayat di atas).
Dalam kitab Qashashul Anbiya, [2/340-341] Ibnu Katsir rahimahullah dengan panjang lebar mengisahkan kepada kita kejadian yang menakjubkan ini. Kisahnya adalah sebagai berikut:
Uzair adalah seorang hamba yang shalih. Suatu hari, dengan mengendarai keledainya, ia keluar menuju salah satu ladang. Sebuah kegiatan yang biasa ia lakukan. Ketika hendak pulang, ia mendatangi suatu reruntuhan bangunan. Karena hari telah beranjak siang dan panas sangat menyengat, maka ia pun segera berteduh di balik reruntuhan bangunan tersebut.
Segera ia turun dari keledainya. Ketika itu, ia telah membawa dua kantong makanan. Satu kantong berisi buah tin dan yang lain berisi anggur. Ia keluarkan mangkok makanannya. Lantas ia peras anggur tersebut. Ia ambil roti yang kering yang ia bawa dan ia letakkan di dalam perasan anggur agar meresap di dalamnya. Dan segera ia memakannya. Kemudian, ia berbaring telentasng dengan menyandarkan kakinya di tembok bangunan tersebut. Ia dapati bangunan ini masih kokoh, walaupun sudah tidak berpenghuni. Di tempat itu pula ia melihat tulang belulang yang berserakan. Lantas, ia berkata, “Mungkinkah Allah menghidupkan tulang-tulang ini setelah kematiannya.” Ia tidak ragu bahwa Allah Maha Mampu dan Kuasa untuk melakukannya. Akan tetapi, ucapan ini muncul karena rasa takjub yang ia dapati kala melihat apa yang ia lihat.
Maka Allah pun mengutus Malaikat Maut untuk mencabut nyawanya. Ia pun mati. Benar-benar mati dan tidak mengetahui apapun yang terjadi di sekelilingnya. Waktu terus berlalu, berbagai kejadian pun terjadi di tengah-tengah Bani Israil. Hingga ketika genap usia kematiannya 100 tahun, Allah kembali mengirimkan Malaikat-Nya. Allah perintahkan malaikat tersebut untuk kembali menghidupkannya.
“Wahai Uzair berapa lamakah kau tinggal di sisi?” tanya Malaikat.
“Sepertinya, aku hanya tinggal sehari atau setengah hari saja,” jawabnya. Benar, ia menyangka demikian karena memang Allah mematikannya di siang hari dan kembali menghidupkannya di sore hari. Dan matahari pun belum tenggelam. “Tidak, aku benar-benar tinggal di sini hanya setengah hari, tidak seharian penuh,’ tegasnya kemudian.
“Bukan, bahkan engkau telah tinggal di sini selama 100 tahun lamanya.” Terang Malaikat. “Coba kamu lihat makanan dan minuman bekalmu, ia tidak berubah sama sekali bukan?!” Kali ini Uzair mengernyitkan dahi. “Ah, mana mungkin aku tinggal di sini dalam waktu yang sangat lama. Sementara makanan bekalku masih saja utuh.” Ia bergumam.
“Kau tak percaya atas apa yang kukatakan?!” Kata Malaikat. “Sekarang, coba kau lihat keledai tungganganmu itu,” lanjutnya.
Ternyata, ia dapati keledainya telah hancur lebur. Tulang belulangnya berserakan. Maka Malaikat pun membangkitkannya.
Dan kini, dengan mata kepalanya sendiri, Uzair benar-benar menyaksikan kemampuan Allah yang begitu sempurna. Tulang belulang yang berserakan itu pun bersatu. Sedikit demi sedikit menuju awalnya. Hingga kemudian daging-daging pun mulai menyelimutinya. Dan akhirnya ditiupkan ruh padanya dan ia pun hidup kembali.
Demi menyaksikan apa yang ia lihat, ia pun berikrar, “Sungguh aku yakin bahwa Allah Maha Mampu melakukan segala halnya.”
Ia pun kembali menaiki keledainya. Kemana? Tentu kembali pulang dan ingin segera kembali ke rumahnya. Akan tetapi, kini yang ia dapati hanyalah kebingungan. Manusia sudah tidak lagi mengenalnya, dan ia pun tidak mengenali mereka. Rumahnya juga telah berubah. Pada awalnya ia ragu. Ia pun meninggalkan rumahnya. Akan tetapi, ia kemudian kembali. Ketika itu, ia menemukan seorang wanita tua yang sudah lumpuh dan buta. Ya, dia adalah pelayan perempuannya. Ketika ia meninggalkannya dulu, ia masih berumur 20 tahun. Dan kini, dia telah berumur 120 tahun.
“Wahai nenek, apakah ini rumahnya Uzair?”
“Ya benar, ini adalah rumahnya Uzair,” jawabnya. Kemudian nenek itu pun menangis. “Aku mendapati manusia dalam masa yang lama sudah tidak menyebut-nyebut namanya. Mereka sungguh telah melupakannya.” Terangnya.
“Wahai nenek, akulah Uzair. Allah telah mematikanku selama 100 tahun. Dan kini, Dia telah menghidupkanku kembali.”
“Subhanallah, memang kami telah kehilangan Uzair semenjak 100 tahun yang lalu. Dan kami sama sekali tidak mengetahui hal ihwal keadaannya.”
“Tapi, aku benar-benar Uzair.”
“Sebentar, dahulu Uzair adalah seorang yang mustahab do’anya. Ia mendoakan orang-orang yang sakit dan tekena musibah. Dan Allah menyembuhkannya. Maka sekarang coba kau berdoa kepada Allah agar Allah mengembalikan penglihatanku. Dan agar ia menyembuhkan kelumpuhanku. Kalau kau memang Uzair, kau pasti bisa melakukannya dan aku pasti mengenalmu.”
Maka Uzair pun berdoa kepada Allah. Ia usap kedua matanya. Maka benar, keduanya pun sembuh dan mampu melihat seperti sedia kala.
“Bangkitlah engkau dengan izin Allah!” Kata Uzair.
Allah pun mengijabahi doa’nya. Wanita tua ini kini bisa berdiri tegak. Sehat wal afiyat.
“Aku bersaksi bahwa kamu adalah Uzair.” Kata si wanita.
Segera, ia pun beranjak membawanya menuju balai tempat peribadahan dan majelis-majelis Bani Israil. Waktu itu, anak-anak Uzair telah menua juga. Berumur kisaran 112 tahun. Maka segera, wanita ini pun berseru,
“Ketahuilah, sungguh Uzair telah kembali. Ia telah mendatangi kalian.”
Mendengar apa yang dikatakannya, sontak saja mereka langsung mengingkarinya.
“Saya Fulanah, pelayan kalian. Ia telah berdo’a kepada Allah agar menyembuhkan mataku dan melepaskan kelumpuhanku. Dan Allah mengijabahinya. Ia mengatakan bahwa ia telah dimatikan oleh Allah selama 100 tahun dan kemudian menghidupkannya kembali.”
Manusia pun segera bangkit. Mereka beranjak menuju Uzair. Mereka segera mengamatinya. “Ayahku, di antara pundaknya terdapat bekas hitam.” Kata si anak. Segera ia singkap kain yang menutup punggungnya. Dan ternyata benar, ia temukan tanda itu padanya. Dia benar-benar Uzair.
Akan tetapi, orang-orang Bani Israil tidak lekas mempercayainya. Untuk meyakinkan, maka mereka pun berkata kepadanya.
“Dahulu, tidak ada yang paling hafal dengan kitab Taurat selain uzair. Sungguh Bukhtanashar telah membakar Taurat-Taurat dan tidak meninggalkannya. Kecuali apa yang telah dihafal oleh beberapa orang di antara kita. Kalau kau memang Uzair, coba, tuliskan kembali untuk kami Taurat kami!”
Uzair ingat, dahulu, ayahnya yang bernama Syarwakha, ketika penyerangan Bukhtanashar telah menguburkan Taurat di suatu tempat yang tidak ada yang mengetahuinya selain Uzair.
Maka Uzair membawa mereka menuju ke tempat tersebut. Lantas ia pun menggalinya. Dan kemudian, ia keluarkan lembaran Taurat tersebut. Ternayta, lembaran Taurat itu telah rusak. Tulisannya juga hilang. Maka, sembari bersandar di sebatang pohon, Uzair pun mulai memperbaharui Taurat tersebut. Ketika itu, turunlah dua cahaya dari atas langit. Keduanya masuk ke dalam mulut Uzair. Dan Uzair pun benar-benar memperbarui Taurat untuk Bani Israil.
Karena kejadian inilah, orang-orang Bani Israil menyebut Uzair sebagai Ibnullah atau anak Allah. Subhanallah, Maha Suci Allah. Mereka salah sangka. Allah tidak beranak dan tidak diperanakkkan. Uzair hanya seorang hamba yang shalih.
Inilah kisah Uzair. Satu kisah di antara banyak kisah yang benar-benar meyakinkan kita bahwa Allah adalah Dzat Yang Maha Kuasa, Maha Mampu dalam segala keinginan-Nya.
Kisah ini juga meyakinkan kita pula, bahwa kita, kelak, setelah kematian kita, pasti akan dibangkitkan-Nya. Dimintai pertanggungjawaban oleh-Nya atas segala tindak tanduk kita selama hidup di alam dunia. Dan itu mudah, bahkan sangatlah gampang untuk Allah lakukan.
وَهُوَ الَّذِي يَبْدَأُ الْخَلْقَ ثُمَّ يُعِيدُهُ وَهُوَ أَهْوَنُ عَلَيْهِ
“Dialah Allah yang telah mengawali penciptaan makhluk-Nya dan Dia pula yang akan kembali membangkitkannya. Dan itu lebih mudah untuk Ia lakukan.” (QS. Ar Rum[30]: 27).
Ya, mengembalikan suatu penciptaan yang sudah pernah ada pastilah lebih mudah daripada menciptakan yang tidak adasebelumnya. Ketika yang pertama saja mudah untuk Allah lakukan. Maka yang kedua lebih mudah untuk Dia subhanahu wa ta’ala lakukan. Pertanyaanya, apakah kita telah bersiap menyambut kematian dan kebangkitan?! Sudahkah kita bersiap?!
Wallahu a’lam.
Sumber: Majalah Qudwah edisi 7 Vol 1 1434 H/2013 M hal. 45-50.